Sabtu, 27 Februari 2016

TITRASI ASAM - BASA

Link Download Makalah TITRASI ASAM - BASA

A.    Tujuan
Menentukan kadar larutan Cuka dengan larutan NaOH melalui titrasi asam basa
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hasil kadar larutan cuka sesudah dititrasi dengan kadar cuka yang sebenarnya?
2.      Apa sajakah faktor – faktor  yang menyebabkan kesalahan pada percobaan titrasi?
C.    Dasar Teori
A.    Pengertian Titrasi Asam Basa
Titrasi merupakan suatu metode penentuan kadar (konsentrasi) suatu larutan dengan larutan yang lain yang telah diketahui konsentrasinya. Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksimetri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagianya.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Tingkat keasaman atau kebasaan dapat ditentukan dengan menggunakan asam atau basa yang ekuivalen. Ekuivalen asam setara dengan satu mol ion hidronium (H+ atau H3O+). Sedangkan ekuivalen basa setara dengan satu mol ion hidroksida (OH-). Jika yang direaksikan adalah asam atau basa poliproptik (banyak ekuivalen), maka setiap mol zat tersebut akan melepaskan lebih dari satu H+ atau OH-.
B.     Titik Ekuivalen
Ketika larutan yang sudah diketahui direaksikan dengan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya, maka akan dicapai titik dimana jumlah asam sama dengan jumlah basa, yang disebut dengan titik ekuivalen. Titik dari asam kuat dan basa kuat mempunyai pH 7. Untuk asam lemah dan basa lemah, titik ekuivalen tidak terjadi pada pH 7. Dan untuk larutan asam basa poliproptik, akan ada beberapa titik ekuivalen.
C.    Prinsip Titrasi Netralisasi
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencpai keadaaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
 D.    Titik Akhir Titrasi
     Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikatir 0,1%(b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes (0,1 mL) indikator (0,1% dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0,01 mL larutan titrasi dengan konsentrasi 0,1 M.
Berikut tabel indikator asam basa dengan rentang pH dan perubahan warna yang terjadi :
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dan dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (pp) seperti di atas dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa).
 E.     Cara Mengetahui Titik Ekuivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa :
1.        Memakai pH meter.
Untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.

2.        Memakai indikator asam basa.
     Metode ini mengendalikan timbulnya perubahan warna larutan. Indikator asam basa merupakan suatu asam atau basa organik lemah yang mempunyai warna yang berbeda pada keadaan terionisasi maupun tidak. Karena digunakan dalam konsentrasi yang rendah, indikator tidaak menunjukkan perubahan yang besar pada titik ekuivalen. Untuk titrassi, perbedaan volume antara titik akhir dengan titik ekuivalen relatif kecil. Seringkali kesaalahan (error)pada perbedaan volume diabaikan. Seharusnya dalam kasus tersebut diberlakukan faktor koreksi/ volume yang ditambahkan untuk mencapai titik akhir dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana berikut :
VaNa = VbNb

     Dimana V adalah volume, N adalah normalitas, A adalah asam, dan B adalah basa. Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
N x Vasam = N x V basa 
 Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
n x M x V asam = n x V basa 
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
D.    Alat dan Bahan
1.      Alat:                                  2. Bahan :
a.       Statif                               a.   Cuka 25%
b.      Buret                               b.   Larutan fenolflatein (Indikator PP)
c.       Erlenmeyer                      c.   Larutan NaOH 0,1 M
d.      Gelas ukur                       d.   Aquades
e.       Corong
f.       Pipet tetes
E.     Langkah Kerja
1.      Mengisi buret dengan larutan NaOH 0,1 M.
2.      Mengambil 5 ml cuka kemudian diencerkan 10 kali dengan 45 ml akuades.
3.      Cuka yang sudah diencerkan diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer.
4.      Menambahkan 3 tetes larutan fenolflatein (indikator PP).
5.       Melakukan titrasi dengan cara meneteskan larutan NaOH dari buret ke labu Erlenmeyer sambil diguncangkan. Meneteskan larutan NaOH dihententikan jika larutan dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda dan warna itu tidah menghilang jika erlenmeyer diguncangkan.
6.      Mencatat volume NaOH yang digunakan.
7.      Mengulangi percobaan sampai 3 kali.
8.      Mencatat hasil percobaan pada Tabel Pengamatan
 F.     Tabel Pengamatan
 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, berikut adalah hasil yang diperoleh dan disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 1.1. Hasil Pengamatan
Percobaan ke-
Volume NaOH yang digunakan
1
32,7 mL
2
38,9 mL
3
45,6 mL
Jumlah
117,2 mL
Perhitungan
 Berdasarkan tabel di atas akan ditentukan konsentrasi dan kadar cuka yang digunakan dalam pengamatan ini.
      Diketahui:
a.       Konsentrasi larutan NaOH/ MNaOH = 0,1 M
b.      Volume CH3COOH/ V CH3COOH = 10 mL
(32,7+38,9+45,6) / 3 = 117,2 / 3 = 39,067 mL
c.  volume rata-rata NaOH/ V VaOH
d.   Mr Cuka = 60
      Ditanya:
a.       Konsentrasi Cuka/ M CH3COOH ?
b.      Kadar Cuka ?
      Jawab:

Berikut adalah reaksi antara cuka dan NaOH:
 CH3COOH + NaOH -> CH3COONa +H2O
Berdasarkan perhitungan titrasi diperoleh konsentrasi cuka/ M CH3COOH
V CH3COOH x M CH3COOH   = VNaOH x MNaOH
10 x M CH3COOH  =  39,067 x 0,1
M CH3COOH  = 0,39067 M
      Jadi, konsentrasi cuka adalah 0,39067 M.
Setelah mengetahui konsentrasi cuka, maka untuk menghitung kadar cuka adalah menghitung molaritas setelah 10 kali pengenceran.
M x 10 = 0,39067 x 10 = 3,9067 M
      Kemudian menghitung mol cuka, yaitu:
mol  = M x Volume
mol  = 3,9067 x 10
mol  = 39,067 mmol
mol  = 0,039067 mol

      Setelah mengetahui mol cuka, maka mencari kadar cuka adalah menggunakan rumus:
      kadar cuka = massa cuka / volume x 100%
Menghitung massa cuka dengan rumus: 
Massa cuka = mol x Mr
Massa cuka = 0,039067 x 60
Massa cuka = 2,34402 gram

Kemudian memasukkan massa cuka pada rumus kadar cuka:
kadar cuka = 2,34402 / 10 x 100% = 23,4402
     Jadi, kadar cuka adalah 23,4402%.
G.    Analisa Data
A.      Hasil kadar larutan cuka sesudah dititrasi tidak sesuai dengan kadar cuka yang tertera pada label botol cuka. Pada label botol cuka, tertera pernyataan kadar asam cuka adalah 25% namun setelah dilakukan percobaan, kadar cuka lebih rendah daripada yang tertera pada label botol cuka, yaitu 23,4402%. Meski demikian, nilai tersebut hampir mendekati benar.
B.      Ketidaksesuaian nilai kadar cuka terjadi karena beberapa kesalahan dalam melakukan praktikum ini. Faktor kesalahan tersebut dipaparkan berikut.
1.      Kesalahan pada saat pengisian buret dengan larutan NaOH 0,1 M. Kesalahan ini terjadi karena pada saat larutan NaOH 0,1 M melebihi angka 0, larutan dibuang ke dalam gelas ukur yang sama. Setelah itu, larutan NaOH dari gelas ukur tersebut digunakan lagi untuk percobaan selanjutnya. Dengan demikian, larutan NaOH yang digunakan dapat dikatakan telah terkontaminasi.
2.      Kesalahan pada saat memasukkan larutan CH3COOH pada gelas ukur.
3.      Kesalahan pada saat pembacaan buret dan gelas ukur. Faktor ini disebabkan oleh faktor alamiah, yaitu kesalahan penglihatan pada mata manusia yang tidak bisa membaca larutan berada pada garis tertentu secara mendetail dan akurat. Hal ini dapat mempengaruhi kesalahan nilai dalam perhitungan.
4.      Kesalahan pada saat melakukan titrasi. Perubahan warna diharapkan tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua agar mendapatkan hasil titrasi yang maksimal. Warna yang cocok adalah warna yang berada di tengah-tengah, yaitu tidak terlalu muda namun juga tidak terlalu tua. Meski demikian, warna merah muda yang ditinjau dari dasar teori adalah relatif, bukan pasti. Sehingga pemberian larutan sampai berwarna merah muda juga dilakukan secara relatif. Hal ini mempengaruhi volume larutan NaOH yang digunakan sehingga perhitungannya sedikit berbeda.
5.      Pembersihan pada bagian muka bagian atas buret yang tidak dibersihkan oleh tisu.
H.    Simpulan
1.      Kadar larutan cuka hasil titrasi relatif tidak sesuai dengan label (sebenarnya), yaitu kurang dari nilai yang tertera.
2.      Ketidaksesuaian nilai kadar cuka yang tertera pada tabel dengan hasil uji coba disebabkan oleh beberapa faktor kesalahan, mulai dari pengisian buret, pembacaan buret dan gelas ukur yang tidak dapat dilakukan secara mendetail dan akurat serta pada saat melakukan titrasi.



DAFTAR PUSTAKA

 Andrew, Leonardo L.2013. Titrasi Asam Basa. [Serial Online] http://lablog92.tumblr.com/titrasi-asam-basa  ( 1 Maret 2015)
Winarto, Dwi. 2014. Titrasi Asam Basa.[Serial Online] http://www.ilmukimia.org/2013/01/dasar-titrasi-asam-basa.html ( 1 Maret 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar