Link Download Makalah TITRASI ASAM - BASA
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada
titrasi asam basa :
Dimana V adalah volume, N adalah normalitas, A adalah asam, dan B adalah basa. Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Berikut adalah reaksi antara cuka dan NaOH:
A.
Tujuan
Menentukan kadar
larutan Cuka dengan larutan NaOH melalui titrasi asam basa
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hasil kadar larutan cuka sesudah dititrasi dengan kadar cuka yang sebenarnya?
2. Apa
sajakah faktor – faktor yang menyebabkan
kesalahan pada percobaan titrasi?
C.
Dasar
Teori
A. Pengertian Titrasi Asam Basa
Titrasi merupakan suatu metode penentuan kadar
(konsentrasi) suatu larutan dengan larutan yang lain yang telah diketahui
konsentrasinya. Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksimetri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan
reaksi kompleks dan lain sebagianya.
Zat yang akan ditentukan kadarnya
disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan
zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya
diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Tingkat keasaman atau kebasaan dapat ditentukan dengan
menggunakan asam atau basa yang ekuivalen. Ekuivalen asam setara dengan satu
mol ion hidronium (H+ atau H3O+). Sedangkan
ekuivalen basa setara dengan satu mol ion hidroksida (OH-). Jika
yang direaksikan adalah asam atau basa poliproptik (banyak ekuivalen), maka
setiap mol zat tersebut akan melepaskan lebih dari satu H+ atau OH-.
B.
Titik Ekuivalen
Ketika larutan yang sudah diketahui direaksikan dengan
larutan yang tidak diketahui konsentrasinya, maka akan dicapai titik dimana
jumlah asam sama dengan jumlah basa, yang disebut dengan titik ekuivalen. Titik
dari asam kuat dan basa kuat mempunyai pH 7. Untuk asam lemah dan basa lemah,
titik ekuivalen tidak terjadi pada pH 7. Dan untuk larutan asam basa
poliproptik, akan ada beberapa titik ekuivalen.
C.
Prinsip Titrasi Netralisasi
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai
titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai
mencpai keadaaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat
habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi
dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai
keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan
konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
D.
Titik Akhir Titrasi
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah
berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual
melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya
senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi
perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan ke
dalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator
tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk
terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes
larutan indikatir 0,1%(b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes (0,1
mL) indikator (0,1% dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0,01 mL
larutan titrasi dengan konsentrasi 0,1 M.
Berikut tabel indikator asam basa dengan rentang pH dan
perubahan warna yang terjadi :
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda
dalam keadaan tak terionisasi dan dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh
untuk indikator phenolphthalein (pp) seperti di atas dalam keadaan tidak
terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan
berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa).
E.
Cara Mengetahui Titik Ekuivalen
1.
Memakai pH meter.
Untuk
memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara
pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari
kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
2.
Memakai indikator
asam basa.
Metode ini
mengendalikan timbulnya perubahan warna larutan. Indikator asam basa merupakan
suatu asam atau basa organik lemah yang mempunyai warna yang berbeda pada
keadaan terionisasi maupun tidak. Karena digunakan dalam konsentrasi yang
rendah, indikator tidaak menunjukkan perubahan yang besar pada titik ekuivalen.
Untuk titrassi, perbedaan volume antara titik akhir dengan titik ekuivalen
relatif kecil. Seringkali kesaalahan (error)pada
perbedaan volume diabaikan. Seharusnya dalam kasus tersebut diberlakukan faktor
koreksi/ volume yang ditambahkan untuk mencapai titik akhir dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sederhana berikut :
VaNa = VbNb
Dimana V adalah volume, N adalah normalitas, A adalah asam, dan B adalah basa. Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang
dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perbahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi
maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal
ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan
titrasi yang akan dilakukan.
Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan
mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan
volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
N x Vasam = N x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan
jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas
menjadi:
n x M x V asam = n x V basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
D.
Alat
dan Bahan
1.
Alat: 2. Bahan :
a.
Statif a.
Cuka 25%
b.
Buret b.
Larutan fenolflatein (Indikator PP)
c.
Erlenmeyer c.
Larutan NaOH 0,1 M
d.
Gelas ukur d.
Aquades
e.
Corong
f.
Pipet tetes
E.
Langkah
Kerja
1.
Mengisi buret
dengan larutan NaOH 0,1 M.
2.
Mengambil 5 ml
cuka kemudian diencerkan 10 kali dengan 45 ml akuades.
3.
Cuka yang sudah
diencerkan diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer.
4.
Menambahkan 3
tetes larutan fenolflatein (indikator PP).
5. Melakukan titrasi dengan cara meneteskan larutan
NaOH dari buret ke labu Erlenmeyer sambil diguncangkan. Meneteskan larutan NaOH
dihententikan jika larutan dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda dan
warna itu tidah menghilang jika erlenmeyer diguncangkan.
6.
Mencatat volume
NaOH yang digunakan.
7.
Mengulangi
percobaan sampai 3 kali.
8.
Mencatat hasil
percobaan pada Tabel Pengamatan
F.
Tabel
Pengamatan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, berikut
adalah hasil yang diperoleh dan disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 1.1. Hasil
Pengamatan
Percobaan ke-
|
Volume NaOH yang digunakan
|
1
|
32,7 mL
|
2
|
38,9 mL
|
3
|
45,6 mL
|
Jumlah
|
117,2 mL
|
Perhitungan
Berdasarkan tabel di atas akan ditentukan
konsentrasi dan kadar cuka yang digunakan dalam pengamatan ini.
Diketahui:
a.
Konsentrasi larutan
NaOH/ MNaOH = 0,1 M
b.
Volume CH3COOH/
V CH3COOH = 10 mL
(32,7+38,9+45,6) / 3 = 117,2 / 3 = 39,067 mL
c. volume rata-rata NaOH/ V VaOH
d. Mr
Cuka = 60
Ditanya:
a.
Konsentrasi Cuka/ M CH3COOH
?
b. Kadar
Cuka ?
Jawab:
Berikut adalah reaksi antara cuka dan NaOH:
CH3COOH + NaOH -> CH3COONa +H2O
Berdasarkan perhitungan
titrasi diperoleh konsentrasi cuka/ M CH3COOH
V CH3COOH x M CH3COOH = VNaOH x MNaOH
10 x M CH3COOH =
39,067 x 0,1
M CH3COOH = 0,39067 M
Jadi, konsentrasi cuka adalah 0,39067 M.
Setelah mengetahui konsentrasi
cuka, maka untuk menghitung kadar cuka adalah menghitung molaritas setelah 10
kali pengenceran.
M x 10 = 0,39067 x 10 = 3,9067 M
Kemudian menghitung mol cuka, yaitu:
mol
= M x Volume
mol = 3,9067 x 10
mol
= 39,067 mmol
mol
= 0,039067 mol
Setelah mengetahui mol cuka, maka mencari
kadar cuka adalah menggunakan rumus:
kadar cuka = massa cuka / volume x 100%
Menghitung massa cuka dengan rumus:
Massa cuka = mol x Mr
Massa cuka = 0,039067 x 60
Massa cuka = 2,34402 gram
Kemudian memasukkan massa cuka pada rumus
kadar cuka:
kadar cuka = 2,34402 / 10 x 100% = 23,4402
Jadi, kadar cuka adalah 23,4402%.
G.
Analisa
Data
A. Hasil
kadar larutan cuka sesudah dititrasi tidak sesuai dengan kadar cuka yang
tertera pada label botol cuka. Pada
label botol cuka, tertera pernyataan kadar asam cuka adalah 25% namun setelah
dilakukan percobaan, kadar cuka lebih rendah
daripada yang tertera pada label botol cuka, yaitu 23,4402%. Meski demikian, nilai tersebut
hampir mendekati benar.
B. Ketidaksesuaian nilai kadar cuka terjadi karena
beberapa kesalahan dalam melakukan praktikum ini. Faktor kesalahan tersebut dipaparkan berikut.
1.
Kesalahan pada saat
pengisian buret dengan larutan NaOH 0,1 M. Kesalahan ini terjadi karena pada saat larutan NaOH
0,1 M melebihi angka 0, larutan dibuang ke dalam gelas ukur yang sama. Setelah
itu, larutan NaOH dari gelas ukur tersebut digunakan lagi untuk percobaan
selanjutnya. Dengan demikian, larutan NaOH yang digunakan dapat dikatakan telah
terkontaminasi.
2.
Kesalahan pada saat
memasukkan larutan CH3COOH pada gelas ukur.
3.
Kesalahan pada saat
pembacaan buret dan gelas ukur.
Faktor ini disebabkan oleh faktor alamiah, yaitu kesalahan penglihatan pada
mata manusia yang tidak bisa membaca larutan berada pada garis tertentu secara
mendetail dan akurat. Hal ini dapat mempengaruhi kesalahan nilai dalam
perhitungan.
4.
Kesalahan
pada saat melakukan titrasi. Perubahan warna diharapkan tidak terlalu muda dan
juga tidak terlalu tua agar
mendapatkan hasil titrasi yang maksimal. Warna yang cocok adalah warna yang
berada di tengah-tengah, yaitu tidak
terlalu muda namun
juga tidak terlalu tua. Meski demikian, warna merah muda yang
ditinjau dari dasar teori adalah relatif, bukan pasti. Sehingga pemberian
larutan sampai berwarna merah muda juga dilakukan secara relatif. Hal ini
mempengaruhi volume larutan NaOH yang digunakan sehingga perhitungannya sedikit
berbeda.
5.
Pembersihan pada bagian muka bagian atas
buret yang tidak dibersihkan oleh tisu.
H.
Simpulan
1. Kadar larutan cuka hasil titrasi relatif tidak sesuai
dengan label (sebenarnya), yaitu kurang dari nilai yang tertera.
2. Ketidaksesuaian nilai kadar cuka yang tertera pada
tabel dengan hasil uji coba disebabkan oleh beberapa faktor kesalahan, mulai
dari pengisian buret, pembacaan buret dan gelas ukur yang tidak dapat dilakukan
secara mendetail dan akurat serta pada saat melakukan titrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew, Leonardo L.2013. Titrasi Asam Basa. [Serial Online] http://lablog92.tumblr.com/titrasi-asam-basa
( 1 Maret 2015)
Winarto, Dwi. 2014. Titrasi Asam Basa.[Serial Online] http://www.ilmukimia.org/2013/01/dasar-titrasi-asam-basa.html ( 1 Maret 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar